Rimoi and Juile
Embun membasahi pagi ini yang begitu cerah. Kicau burung yang merdu
menambah dunia ini terasa lebih indah bagi Juile. Juile jadi tambah semangat
jalan kaki ke sekolahnya. Jarak dari rumah ke sekolahnya cukup dekat, jadi
juile nggak perlu naik mobil mewahnya buat pergi ke sekolah.
“Hay guys!” sapa Juile kepada temen-temennya di sekolah.
“Eh, lo Jul. Tumben
banget lo berangkatnya siang banget gini, ini kan baru jam 7 kurang. Hi…hi…”
kata Cerin sambil tertawa mengejek.
“Ye…nyindir lo! emangnya
lo doang yang bisa berangkat pagi.” Juile manyun.
“Idih, bagus banget tu mulut ampe bisa dijual ke toko
barang-barang antik noh! Ha..ha..” ketawa Cerin makin kenceng.
“Apa-an sih lo Cer!
ribut aja deh! Sekalian ajah buat tokonya. Biar cepet laku tu barang antiknya.”
Juile tambah manyun.
“Oh ya ya! lo ko’
pinter sih? tumben. Kalo’ tokonya antik kan buat penglaris. Lagian juga bibir
lo gede, jadi bisa dijadiin toko,ha…ha…” Cerin makin menjadi-jadi.
“Emangnya bibir gue
bahan material apa? gini-gini bibir gue sensual tau!” Juile membela diri.
“Ih amit- amit deh,
masih seksi bibir gue! haha… Eh, lu udah ngerjain tugasnya Bu Linda belum?” Cerin mengalihkan
pembicaraan.
“Udah dong… Eh tapi
bentar dulu deh.” Juile meraba-raba isi tasnya.
“Cer, aduh Cer! gimana
ni?” Juile kelabakan sendiri tanpa di aba-aba ( ya iyalah, emangnya PBB perlu
di aba-aba?).
“Kenapa Jui?” Cerin
bigung sebingung-bingungnya bingung ( nah, gimana tuh?).
“Buku gue…Heh…” Juile
hampir pingsan ketika tau buku biologinya nggak dibawa, mana waktunya udah mepet lagi, Bu Linda jadwalnya jam
pertama. Kebayang deh wajah Bu Linda
yang kalo’ lagi marah mukanya merah menahan amarah apalagi kalo’ di kasih obat merah
(apa hubungannya?!). Bu Linda emang terkenal guru yang killer di sekolah Juile.
Pernah ada muridnya yang Cuma ngelakuin salah yang kecil dihukum yang seberat-beratnya
sesuai pasal 7 ayat 9 (pengadilan kali…pake pasal-pasal segala). Yah, pokoknya
killernya nggak ketulungan. Semua murid SMA 19 takut dengan Bu Linda, terutama
kelas exact. Soalnya Bu Linda kan
ngajar biologi, masa mau masuk kelas bahasa?.
“Tet…Tet…” bel
berbunyi. Juile tambah kelabakan.
“Aduh… gimana ni Cer?
bantuin gue donk!”
“Gimana dong Jui, gue
juga nggak tau…” Cerin ikut bingung.
Semua anak yang ada di kelas diam. Ternyata Bu Linda
sudah ada di depan kelas, mimik wajahnya nggak seperti biasanya. Bu Linda
kelihatan lebih ramah, entah ada apa gerangan. Bu Linda mengucapkan salam,
semua anak menjawab serempak.
“Anak-anak, hari ini
kalian akan mendapatkan teman baru, ia baru pindah dari Bandung.” Kata Bu Linda.
Tiba-tiba sesosok orang muncul dari balik pintu sederhana yang terbuat dari
kayu tersebut ( soalnya kalo’ pake emas jadinya mewah). Juile yang sedari tadi
agak gugup, sekarang mendadak kaget oleh kehadiran manusia tersebut. Sepertinya
Juile tidak asing lagi melihat wajah manusia itu, ngerasa seperti pernah kenal
sebelumnya.
“Ya anak-anak, ini
teman baru kalian. Silahkan perkenalkan dirimu nak!” perintah Bu Linda dengan
manisnya. Murid baru itu mengangguk tanda setuju.
“Teman-teman
perkenalkan nama saya Rimoi Affandi. Saya pindah dari Bandung ke Jakarta
mengikuti orangtua saya yang pindah tugas di Jakarta.” Rimoi tersenyum dan
memandang ke sekeliling ruangan tersebut. Tiba-tiba pandangannya tertuju pada
Juile. Mereka saling berpandangan dan salah tingkah. Rimo pun tidak kalah
terkejutnya ketika melihat sesosok Juile.
“Ya, ibu mohon kalian
bisa menerima Rimo dan kamu Rimo selamat bersekolah di SMA 19 ini .” Kata Bu
Linda bijaksana. Rimo mengangguk dan tersenyum.
“Sekarang kamu boleh
duduk di tempat duduk kosong di sebelah sana.” Bu Linda melanjutkan sambil
menunjuk ke bangku yang kosong.
“Terimakasih Bu.” Kata
Rimo sambil tersenyum kepada Bu Linda.
Nggak tau kenapa sejak
cowok itu masuk ke kelas hati Juile deg-degan terus (tandanya Juile tu hidup,
kalo’ nggak deg-degan berarti Juile udah mati). Juile bengong, memikirkan siapa
cowok itu yang kayaknya pernah dikenalnya dulu. Nggak terasa jam pelajaran Bu
Linda udah selesai. Tugas pun nggak jadi dikumpulkan, karena Bu Linda sibuk
memperhatikan murid baru itu.
Istirahat telah tiba,
murid-murid pada ribut karena osis bakal mengadakan prom night “party of mask ”
buat ultah SMA 19 yang ke 25 dan murid-murid diwajibkan memakai topeng pada
saat acara tersebut ( secara judulnya mask, berarti emang harus pake topeng).
Juile dan Cerin sahabatnya juga nggak kalah ribut.
“Wah Cer, dua hari lagi
prom night dilaksanain.” Kata Juile
“Iya Jui, gue seneng
banget deh. Pasti ntar acaranya seru!, akhirnya waktu yang gue tunggu bakal
kejadian juga.” Cerin girang.
“Gue juga. Eh Cher,
gimana kalo’ besok kita hunting gaun bareng?”
“Oke.” Mereka bertoss
ria dan tanpa sengaja Juile nabrak seseorang saking asik bercandanya. Juile
roboh ke orang yang menabraknya karena tubuhnya nggak seimbang dan kaget. Mata
mereka berpandangan beberapa saat.
“Rimo.” Juile berkata
dengan tidak sadar. Sementara Cerin dan Andi yang menyaksikan kejadian tersebut
hanya bengong dan bingung.
“Jui.” Kata cowok itu.
Lalu Juile sadar dan melepaskan diri dari tangan Rimo yang menopangnya. Mereka
saling salting.
“Eh… sori, gue nggak sengaja.” Rimo minta maaf.
“Nggak apa-apa kok, justru gue yang jalannya nggak
liat-liat.” Rimo hanya tersenyum.
“Gue duluan ya.” Kata
Juile sambil narik tangan Cerin pergi dari sana. Rimo masih diam di tempat dan
memandangi cewek cantik yang bertubuh tinggi semampai dan berambut panjang yang
mulai menghilang di ujung koridor.
“Woi! ayo buruan. Gue
udah laper banget nih.” Seru Andi sambil menepuk pundak Rimo dan itu membuat Rimo
kaget.
“Apaan sih lu Ndi.”
“Ngapain sih lo
bengong, jangan-jangan nih.” Kata Andi memandang jail ke Rimo.
“Jangan berpikir
macem-macem deh lo. Jangan-jangan apa?”
“Ehm, lo suka ya?”
“Suka apanya?” Rimo
balik tanya.
“Alah, kalo’ lo suka
bilang aja! Dia masih jomblo kok. Lagian kayaknya lo cocok deh sama dia. Klop
juga Rimoi and Juile. Ha…ha…” Andi cekikikan, Rimo nggak merespon Andi, ia
melenggang cepat ninggalin Andi yang masih cekikikan.
“Eh, Rim tungguin gue!”
Andi mengejar Rimo.
***
Siang itu setelah
pulang sekolah Juile dan Cerin pergi ke mall dengan honda jazz item milik
Juile. Sambil dengerin lagu Love Story-nya
Tylor Swift, lagu favorit mereka. Di bagian chorus mereka bernyanyi bersama
dengan keras. Suaranya yang merdu membuat orang-orang yang ngedenger mesti
tutup kuping. Walaupun mereka di dalam mobil, tapi suaranya kedengeran sama
pengendara lain sampai-sampai polisi lalu lintas hampir menilang mereka,
beruntung lampu lalu lintas cepet ijo.
Romeo take me
somewhere, we can be alone.
I’ll be waiting, all there’s left to do is run.
You’ll be the prince and I’ll be the princess.
It’s a love story, baby, just say yes.
I’ll be waiting, all there’s left to do is run.
You’ll be the prince and I’ll be the princess.
It’s a love story, baby, just say yes.
Romeo save me,
they’re trying to tell me how to feel.
This love is difficult, but it’s real.
Don’t be afraid, we’ll make it out of this mess.
It’s a love story, baby, just say yes.
Oh, Oh.
This love is difficult, but it’s real.
Don’t be afraid, we’ll make it out of this mess.
It’s a love story, baby, just say yes.
Oh, Oh.
Juile memarkirkan mobilnya dan
mereka langsung menyerbu ke setiap penjuru mall. Juile melihat sebuah dress
warna biru yang anggun dan memutuskan untuk membelinya, sementara Cerin memilih
dress warna merah tua yang terkesan exotic.
Setelah puas mereka pulang ke rumah untuk siap-siap ke prom night malamnya.
***
“Aduh anak Mama, cakep bener. Mau
kemana sih?” tanya Mama Rimo kepada anak bungsu tercintanya. Rimo menggunakan
kemeja biru muda dan jas hitam. Rimo emang cakep, dia juga sempat jadi model
cover boy waktu kelas sepuluh. Tapi Rimo berhenti jadi model, karena katanya
pengin fokus sama sekolah dulu. Makanya itu dia selalu jadi bintang kelas.
Mamanya menyayangkannya, karena beliau yang ngebet banget biar anaknya tu jadi
model.
“Prom night Ma.” Jawab Rimo singkat.
“Kok kamu nggak bilang-bilang sama
Mama sih!, kan Mama bisa nyiapin kostum yang pas buat kamu.”
“Ya maaf deh, lagian Rimo juga udah
nyaman kok pake yang ini.”
“Okay, terserah kamu aja deh. Jangan
lupa nyari Juliet yah sayang.” Goda Mamanya.
“Mama apaan sih!”
“Lho, harus dong! kamu tuh harus
menikmati masa muda kamu. Mama tu pengin liat kamu punya pacar.” Kata Mama
Rimo, seperti biasanya Rimo cuma senyum nanggepin pemintaan mamanya.
“Udah dulu ya Ma!, Rimo berangkat.”
“Ya udah, hati-hati ya sayang.”
Pesan Mama.
Rimo pergi dengan taruna silvernya.
Suasana di aula sekolah malam itu
sangat ramai dan gemerlapan dengan
cahaya lampu-lampu panggung. Aula tersebut ditata sedemikian rupa layaknya
tempat pesta. Peserta prom night yang ada disana memakai topeng, tidak
terkecuali pembawa acara. Acara dimulai dan semua merapat ke panggung
mendengarkan instruksi dari MC. Setelah kepala sekolah berpidato dan acara
dibuka secara resmi. Tibalah acara inti yaitu dansa. Namun ada yang beda,
mereka diharuskan mencari pasangan pada saat prom night alias mendadak. Musik
mulai dimainkan dan semua orang yang ada disana berpencar mencari pasangan.
Juile kelihatan bingung, berdiri sambil celingukan sana sini. Tiba-tiba dari
belakang ada yang menepuk pundaknya, Juile kaget dan balik badan. Seseorang
bertubuh tegap dan tinggi, cowok itu mengulurkan tangannya. Tanpa pikir panjang
Juile menyambut uluran tangan tersebut. Lalu mereka berdansa, awalnya Juile
agak canggung berdansa dengan orang yang tidak dikenalnya. Tapi akhirnya Juile
menikmati juga. Lagu Common Denominator dan
First Dance Justin Bieber
meneggelamkan mereka dalam dansa yang sangat romantis. Juile menyandarkan
kepalanya di dada cowok itu. Musik berhenti dan otomatis semua orang berhenti
berdansa. Beberapa orang kecewa karena musiknya terhenti.
“Iya, itu dia tadi musik yang begitu
menggoda dan mempesona. Itu baru musik pembuka dan hanya untuk pemilihan prince
and princess prom night.” MC perempuan mulai bercekcok.
“Dan setelah kami amati, ternyata
ada satu pasangan yang berhak menjadi prince and princess.”
“Oke, dan sekarang yang menjadi prince
and princess kali ini adalah…” MC tersebut tidak melanjutkan perkataannya.
Semua peserta harap-harap cemas
menanti sang MC mengumumkan siapa pemenangnya. Diam dan hening, tiba-tiba
lampunya mati, beberapa cewek menjerit. Tidak terkecuali Juile, dengan nggak
sadar Juile memeluk cowok yang tadi jadi pasangan dansanya. Ketika itu sebuah
lampu penerang menyoroti mereka berdua, dan seketika itu pula MC mengumumkan
bahwa pemenangnya adalah mereka berdua. Juile agak kaget dan salting, mereka
melepaskan pelukan. Peserta prom night bertepuk tangan, suasana menjadi sangat
ramai. Lalu mereka berdua menaiki panggung, menerima mahkota prince and
princess. Setelah itu musik kembali dinyalakan, Juile dan cowok itu kembali
berdansa di atas panggung.
Acara prom night pun selesai jam 10 malam. Semua peserta bubar, mereka
belum melepaskan topengnya masing-masing. Juile keluar dari aula, sekali lagi
ada seseorang menepuk pundaknya dari belakang.
“Ikut gue yuk!” ajak orang itu. Cowok yang tadi dansa sama Juile.
“Lo siapa?” tanya Juile. Cowok itu nggak ngejawab pertanyaan Juile. Dia
terus menarik Juile dan memasukkan Juile ke dalam mobilnya, Juile nyoba buat
berontak tapi orang itu lebih kuat mencengkramnya, Juile pasrah. Terlebih juga
Juile udah lumayan ngantuk.
Mobil itu terus melaju dan setelah sampai di sebuah taman dekat pantai baru berhenti. Cowok itu keluar dan Juile menyusulnya.
“Eh, lo tu siapa sih sebenernya? ngapain lo bawa gue kesini?” Juile marah. Cowok itu berjalan dengan cepat
dan berhenti di atas ubin batu yang membatasi air laut. Pemandangannya sangat indah, air laut
gemerlapan ditimpa cahaya bulan purnama yang begitu indah. Dengan nafas terengah-engah Juile mengejar cowok itu.
“Jawab dong! lo tuh siapa? Braninya bawa-bawa gue kesini!” cowok itu tetep nggak ngerespon. Juile tambah
emosi.
“Lo tuh budek ato apa sih?” Juile udah capek dan nggak pengin ribut
lagi. Dia ngglosor ke bawah. Menikmati suara deburan ombak di malam hari.
Beberapa saat kemudian.
“Buktinya lo mau kan gue ajak kesini?” cowok itu membuka topengnya dan
balik badan mendekati Juile. Juile berdiri, ia kaget. Wajah yang sangat dikenalnya. Rimo!. Juile gugup dan
deg-degan dibuatnya.
“Elo! ngapain lo…” belum sempat Juile
melanjutkan kata-katanya Rimo langsung memeluknya.
“Makasih ya Jui. Lo udah bikin gue
seneng malam ini. Gue nggak nyangka kita bakal ketemu lagi sama elo disini.
Udah lama gue pengin ketemu sama elo. Gue kangen banget sama elo.”
Juile nggak menjawab, Juile malah
nangis karena baru inget kalau Rimo yang mendekapnya itu adalah Rimo temen
sepermainannya dulu.
“Mungkin ini saat yang paling tepat
buat ngungkapin perasaan gue ke elo selama ini. Gue cinta sama lo Jui.” Kata
Rimo kemudian.
“Dan gue pengin lo jadi pacar gue.”
Lanjutnya. Lalu Rimo melepaskan pelukannya, menyeka airmata di pipi Juile. Rimo
tersenyum, begitu juga dengan Juile walaupun di pelupuk matanya masih
menguraikan air mata. Juile mengangguk malu-malu. Rimo mengangkat dagu Juile
untuk menciumnya, pada saat itu ponsel Juile berbunyi.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar