Halaman

Minggu, 25 Maret 2012

Rimoi and Juile


Rimoi and Juile
            Embun membasahi pagi ini yang begitu cerah. Kicau burung yang merdu menambah dunia ini terasa lebih indah bagi Juile. Juile jadi tambah semangat jalan kaki ke sekolahnya. Jarak dari rumah ke sekolahnya cukup dekat, jadi juile nggak perlu naik mobil mewahnya buat pergi ke sekolah.
            “Hay guys!” sapa Juile kepada temen-temennya di sekolah.
            “Eh, lo Jul. Tumben banget lo berangkatnya siang banget gini, ini kan baru jam 7 kurang. Hi…hi…” kata Cerin sambil tertawa mengejek.
            “Ye…nyindir lo! emangnya lo doang yang bisa berangkat pagi.” Juile manyun.
            “Idih, bagus banget tu mulut ampe bisa dijual ke toko barang-barang antik noh! Ha..ha..” ketawa Cerin makin kenceng.
            “Apa-an sih lo Cer! ribut aja deh! Sekalian ajah buat tokonya. Biar cepet laku tu barang antiknya.” Juile tambah manyun.
            “Oh ya ya! lo ko’ pinter sih? tumben. Kalo’ tokonya antik kan buat penglaris. Lagian juga bibir lo gede, jadi bisa dijadiin toko,ha…ha…” Cerin makin menjadi-jadi.
            “Emangnya bibir gue bahan material apa? gini-gini bibir gue sensual tau!” Juile membela diri.
            “Ih amit- amit deh, masih seksi bibir gue! haha… Eh, lu udah ngerjain tugasnya Bu Linda belum?” Cerin mengalihkan pembicaraan.
            “Udah dong… Eh tapi bentar dulu deh.” Juile meraba-raba isi tasnya.
            “Cer, aduh Cer! gimana ni?” Juile kelabakan sendiri tanpa di aba-aba ( ya iyalah, emangnya PBB perlu di aba-aba?).
            “Kenapa Jui?” Cerin bigung sebingung-bingungnya bingung ( nah, gimana tuh?).
            “Buku gue…Heh…” Juile hampir pingsan ketika tau buku biologinya nggak dibawa, mana waktunya  udah mepet lagi, Bu Linda jadwalnya jam pertama. Kebayang deh wajah Bu  Linda yang kalo’ lagi marah mukanya merah menahan amarah apalagi kalo’ di kasih obat merah (apa hubungannya?!). Bu Linda emang terkenal guru yang killer di sekolah Juile. Pernah ada muridnya yang Cuma ngelakuin salah yang kecil dihukum yang seberat-beratnya sesuai pasal 7 ayat 9 (pengadilan kali…pake pasal-pasal segala). Yah, pokoknya killernya nggak ketulungan. Semua murid SMA 19 takut dengan Bu Linda, terutama kelas exact. Soalnya Bu Linda kan ngajar biologi, masa mau masuk kelas bahasa?.
            “Tet…Tet…” bel berbunyi. Juile tambah kelabakan.
            “Aduh… gimana ni Cer? bantuin gue donk!”
            “Gimana dong Jui, gue juga nggak tau…” Cerin ikut bingung.
Semua anak yang ada di kelas diam. Ternyata Bu Linda sudah ada di depan kelas, mimik wajahnya nggak seperti biasanya. Bu Linda kelihatan lebih ramah, entah ada apa gerangan. Bu Linda mengucapkan salam, semua anak menjawab serempak.
            “Anak-anak, hari ini kalian akan mendapatkan teman baru, ia baru pindah dari Bandung.” Kata Bu Linda. Tiba-tiba sesosok orang muncul dari balik pintu sederhana yang terbuat dari kayu tersebut ( soalnya kalo’ pake emas jadinya mewah). Juile yang sedari tadi agak gugup, sekarang mendadak kaget oleh kehadiran manusia tersebut. Sepertinya Juile tidak asing lagi melihat wajah manusia itu, ngerasa seperti pernah kenal sebelumnya.
            “Ya anak-anak, ini teman baru kalian. Silahkan perkenalkan dirimu nak!” perintah Bu Linda dengan manisnya. Murid baru itu mengangguk tanda setuju.
            “Teman-teman perkenalkan nama saya Rimoi Affandi. Saya pindah dari Bandung ke Jakarta mengikuti orangtua saya yang pindah tugas di Jakarta.” Rimoi tersenyum dan memandang ke sekeliling ruangan tersebut. Tiba-tiba pandangannya tertuju pada Juile. Mereka saling berpandangan dan salah tingkah. Rimo pun tidak kalah terkejutnya ketika melihat sesosok Juile.
            “Ya, ibu mohon kalian bisa menerima Rimo dan kamu Rimo selamat bersekolah di SMA 19 ini .” Kata Bu Linda bijaksana. Rimo mengangguk dan tersenyum.
            “Sekarang kamu boleh duduk di tempat duduk kosong di sebelah sana.” Bu Linda melanjutkan sambil menunjuk ke bangku yang kosong.
            “Terimakasih Bu.” Kata Rimo sambil tersenyum kepada Bu Linda.
            Nggak tau kenapa sejak cowok itu masuk ke kelas hati Juile deg-degan terus (tandanya Juile tu hidup, kalo’ nggak deg-degan berarti Juile udah mati). Juile bengong, memikirkan siapa cowok itu yang kayaknya pernah dikenalnya dulu. Nggak terasa jam pelajaran Bu Linda udah selesai. Tugas pun nggak jadi dikumpulkan, karena Bu Linda sibuk memperhatikan murid baru itu.
            Istirahat telah tiba, murid-murid pada ribut karena osis bakal mengadakan prom night “party of mask ” buat ultah SMA 19 yang ke 25 dan murid-murid diwajibkan memakai topeng pada saat acara tersebut ( secara judulnya mask, berarti emang harus pake topeng). Juile dan Cerin sahabatnya juga nggak kalah ribut.
            “Wah Cer, dua hari lagi prom night dilaksanain.” Kata Juile
            “Iya Jui, gue seneng banget deh. Pasti ntar acaranya seru!, akhirnya waktu yang gue tunggu bakal kejadian juga.” Cerin girang.
            “Gue juga. Eh Cher, gimana kalo’ besok kita hunting gaun bareng?”
            “Oke.” Mereka bertoss ria dan tanpa sengaja Juile nabrak seseorang saking asik bercandanya. Juile roboh ke orang yang menabraknya karena tubuhnya nggak seimbang dan kaget. Mata mereka berpandangan beberapa saat.
            “Rimo.” Juile berkata dengan tidak sadar. Sementara Cerin dan Andi yang menyaksikan kejadian tersebut hanya bengong dan bingung.
            “Jui.” Kata cowok itu. Lalu Juile sadar dan melepaskan diri dari tangan Rimo yang menopangnya. Mereka saling salting.
            Eh… sori, gue nggak sengaja.” Rimo minta maaf.
“Nggak apa-apa kok, justru gue yang jalannya nggak liat-liat.” Rimo hanya tersenyum.
            “Gue duluan ya.” Kata Juile sambil narik tangan Cerin pergi dari sana. Rimo masih diam di tempat dan memandangi cewek cantik yang bertubuh tinggi semampai dan berambut panjang yang mulai menghilang di ujung koridor.
            “Woi! ayo buruan. Gue udah laper banget nih.” Seru Andi sambil menepuk pundak Rimo dan itu membuat Rimo kaget.
            “Apaan sih lu Ndi.”
            “Ngapain sih lo bengong, jangan-jangan nih.” Kata Andi memandang jail ke Rimo.
            “Jangan berpikir macem-macem deh lo. Jangan-jangan apa?”
            “Ehm, lo suka ya?”
            “Suka apanya?” Rimo balik tanya.
            “Alah, kalo’ lo suka bilang aja! Dia masih jomblo kok. Lagian kayaknya lo cocok deh sama dia. Klop juga Rimoi and Juile. Ha…ha…” Andi cekikikan, Rimo nggak merespon Andi, ia melenggang cepat ninggalin Andi yang masih cekikikan.
            “Eh, Rim tungguin gue!” Andi mengejar Rimo.
***
            Siang itu setelah pulang sekolah Juile dan Cerin pergi ke mall dengan honda jazz item milik Juile. Sambil dengerin lagu Love Story-nya Tylor Swift, lagu favorit mereka. Di bagian chorus mereka bernyanyi bersama dengan keras. Suaranya yang merdu membuat orang-orang yang ngedenger mesti tutup kuping. Walaupun mereka di dalam mobil, tapi suaranya kedengeran sama pengendara lain sampai-sampai polisi lalu lintas hampir menilang mereka, beruntung lampu lalu lintas cepet ijo.
Romeo take me somewhere, we can be alone.
I’ll be waiting
, all there’s left to do is run.
You’ll be the prince and I’ll be the princess.
It’s a love story, baby, just say yes
.
Romeo save me, they’re trying to tell me how to feel.
This love is difficult, but it’s real.
Don’t be afraid, we’ll make it out of this mess.
It’s a love story, baby, just say yes.
Oh, Oh.
            Juile memarkirkan mobilnya dan mereka langsung menyerbu ke setiap penjuru mall. Juile melihat sebuah dress warna biru yang anggun dan memutuskan untuk membelinya, sementara Cerin memilih dress warna merah tua yang terkesan exotic. Setelah puas mereka pulang ke rumah untuk siap-siap ke prom night malamnya.
***
            “Aduh anak Mama, cakep bener. Mau kemana sih?” tanya Mama Rimo kepada anak bungsu tercintanya. Rimo menggunakan kemeja biru muda dan jas hitam. Rimo emang cakep, dia juga sempat jadi model cover boy waktu kelas sepuluh. Tapi Rimo berhenti jadi model, karena katanya pengin fokus sama sekolah dulu. Makanya itu dia selalu jadi bintang kelas. Mamanya menyayangkannya, karena beliau yang ngebet banget biar anaknya tu jadi model.
            “Prom night Ma.” Jawab Rimo singkat.
            “Kok kamu nggak bilang-bilang sama Mama sih!, kan Mama bisa nyiapin kostum yang pas buat kamu.”
            “Ya maaf deh, lagian Rimo juga udah nyaman kok pake yang ini.”
            “Okay, terserah kamu aja deh. Jangan lupa nyari Juliet yah sayang.” Goda Mamanya.
            “Mama apaan sih!”
            “Lho, harus dong! kamu tuh harus menikmati masa muda kamu. Mama tu pengin liat kamu punya pacar.” Kata Mama Rimo, seperti biasanya Rimo cuma senyum nanggepin pemintaan mamanya.
            “Udah dulu ya Ma!, Rimo berangkat.”
            “Ya udah, hati-hati ya sayang.” Pesan Mama.
            Rimo pergi dengan taruna silvernya.
            Suasana di aula sekolah malam itu sangat ramai  dan gemerlapan dengan cahaya lampu-lampu panggung. Aula tersebut ditata sedemikian rupa layaknya tempat pesta. Peserta prom night yang ada disana memakai topeng, tidak terkecuali pembawa acara. Acara dimulai dan semua merapat ke panggung mendengarkan instruksi dari MC. Setelah kepala sekolah berpidato dan acara dibuka secara resmi. Tibalah acara inti yaitu dansa. Namun ada yang beda, mereka diharuskan mencari pasangan pada saat prom night alias mendadak. Musik mulai dimainkan dan semua orang yang ada disana berpencar mencari pasangan. Juile kelihatan bingung, berdiri sambil celingukan sana sini. Tiba-tiba dari belakang ada yang menepuk pundaknya, Juile kaget dan balik badan. Seseorang bertubuh tegap dan tinggi, cowok itu mengulurkan tangannya. Tanpa pikir panjang Juile menyambut uluran tangan tersebut. Lalu mereka berdansa, awalnya Juile agak canggung berdansa dengan orang yang tidak dikenalnya. Tapi akhirnya Juile menikmati juga. Lagu Common Denominator dan First Dance Justin Bieber meneggelamkan mereka dalam dansa yang sangat romantis. Juile menyandarkan kepalanya di dada cowok itu. Musik berhenti dan otomatis semua orang berhenti berdansa. Beberapa orang kecewa karena musiknya terhenti.
            “Iya, itu dia tadi musik yang begitu menggoda dan mempesona. Itu baru musik pembuka dan hanya untuk pemilihan prince and princess prom night.” MC perempuan mulai bercekcok.
            “Dan setelah kami amati, ternyata ada satu pasangan yang berhak menjadi prince and princess.”
            “Oke, dan sekarang yang menjadi prince and princess kali ini adalah…” MC tersebut tidak melanjutkan perkataannya.
            Semua peserta harap-harap cemas menanti sang MC mengumumkan siapa pemenangnya. Diam dan hening, tiba-tiba lampunya mati, beberapa cewek menjerit. Tidak terkecuali Juile, dengan nggak sadar Juile memeluk cowok yang tadi jadi pasangan dansanya. Ketika itu sebuah lampu penerang menyoroti mereka berdua, dan seketika itu pula MC mengumumkan bahwa pemenangnya adalah mereka berdua. Juile agak kaget dan salting, mereka melepaskan pelukan. Peserta prom night bertepuk tangan, suasana menjadi sangat ramai. Lalu mereka berdua menaiki panggung, menerima mahkota prince and princess. Setelah itu musik kembali dinyalakan, Juile dan cowok itu kembali berdansa di atas panggung.
Acara prom night pun selesai jam 10 malam. Semua peserta bubar, mereka belum melepaskan topengnya masing-masing. Juile keluar dari aula, sekali lagi ada seseorang menepuk pundaknya dari belakang.
“Ikut gue yuk!” ajak orang itu. Cowok yang tadi dansa sama Juile.
“Lo siapa?” tanya Juile. Cowok itu nggak ngejawab pertanyaan Juile. Dia terus menarik Juile dan memasukkan Juile ke dalam mobilnya, Juile nyoba buat berontak tapi orang itu lebih kuat mencengkramnya, Juile pasrah. Terlebih juga Juile udah lumayan ngantuk.
Mobil itu terus melaju dan setelah sampai di sebuah taman  dekat pantai baru berhenti.  Cowok itu keluar dan Juile menyusulnya.
“Eh, lo tu siapa sih sebenernya? ngapain lo bawa gue kesini?” Juile marah. Cowok itu berjalan dengan cepat dan berhenti di atas ubin batu yang membatasi air laut. Pemandangannya sangat indah, air laut gemerlapan ditimpa cahaya bulan purnama yang begitu indah. Dengan nafas terengah-engah Juile mengejar cowok itu.
“Jawab dong! lo tuh siapa? Braninya bawa-bawa gue kesini!” cowok itu tetep nggak ngerespon. Juile tambah emosi.
“Lo tuh budek ato apa sih?” Juile udah capek dan nggak pengin ribut lagi. Dia ngglosor ke bawah. Menikmati suara deburan ombak di malam hari. Beberapa saat kemudian.
“Buktinya lo mau kan gue ajak kesini?” cowok itu membuka topengnya dan balik badan mendekati Juile. Juile berdiri, ia kaget. Wajah  yang sangat dikenalnya. Rimo!. Juile gugup dan deg-degan dibuatnya.
            “Elo! ngapain lo…” belum sempat Juile melanjutkan kata-katanya Rimo langsung memeluknya.
            “Makasih ya Jui. Lo udah bikin gue seneng malam ini. Gue nggak nyangka kita bakal ketemu lagi sama elo disini. Udah lama gue pengin ketemu sama elo. Gue kangen banget sama elo.”
            Juile nggak menjawab, Juile malah nangis karena baru inget kalau Rimo yang mendekapnya itu adalah Rimo temen sepermainannya dulu.
            “Mungkin ini saat yang paling tepat buat ngungkapin perasaan gue ke elo selama ini. Gue cinta sama lo Jui.” Kata Rimo kemudian.
            “Dan gue pengin lo jadi pacar gue.” Lanjutnya. Lalu Rimo melepaskan pelukannya, menyeka airmata di pipi Juile. Rimo tersenyum, begitu juga dengan Juile walaupun di pelupuk matanya masih menguraikan air mata. Juile mengangguk malu-malu. Rimo mengangkat dagu Juile untuk menciumnya, pada saat itu ponsel Juile berbunyi. 
                                                                                        ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar