Dari pada nih cerpen nganggur, mendingan posting aja deh disni. Selamat membacaa... abis itu kasih komentar yaahh_ :)
LOVE AND FRIENDSHIP
Daun-daun berguguran diterpa angin yang diiringi oleh
sinar kuning kemerahan di ufuk barat. Semerbak karangan bunga yang segarpun
masih dirasakan. Terpampang sebuah kayu persegi panjang yang bertuliskan
“Vyandra Alvano, 13 September 1991-7 Desember 2010”. Xeina, itulah nama seorang
gadis yang sedari tadi menangis dan memeluk benda putih bercorak hitam
tersebut. Meratapinya dengan penuh sesal, hatinya begitu teriris saat mengingat
hari kemarin. Ia telah mengecewakannya. Langitpun seolah-olah ikut berbela
sungkawa atas kepergiannya. Sangat singkat dan mendadak. Tiada seorangpun yang
mengira Vyandra, seorang atlet basketball yang notabennya gagah itu harus
meninggalkan dunia secepat ini. Namun tidak hanya itu dia menangis, memang
sesal di akhir tiadalah berguna. Jauh di dalam lubuk hatinya yang terdalam, tak
bisa dipungkiri kalau dia memang mempunyai perasaan yang sama terhadap Vyandra.
“Vyan, kenapa harus secepat ini?, kenapa… Aku nyesel
Vyan, aku nyesel….maafin aku Vyan, aku nggak bisa buat kamu ngerasa bahagia di
saat terakhir kamu… karena aku nggak nyangka kamu bakal pergi secepet ini.” katanya
dengan terisak-isak.
Teringat
dalam memori otaknya…
Sabtu,
4 Desember 2010,
“Xei, besok lo ada acara nggak?” tanya Vyan sambil
menepuk pundak Xeina dari belakang dan itu membuatnya terkejut.
“Eh Vy!, ng…gue…, kayaknya besok gue mesti nganterin
nyokap gue shoping gitu deh, emang kenapa?”
“Xei, gue mohon lo mau gasih
kesempatan sekali… aja,” Vyan memohon.
“Aduh, gimana ya!” Xenia mencoba
mengelak.
“Pliss….” Xenia tidak tega dengan
Vyan yang memohon kepadanya, dia pun mau. Sebenarnya dia senang sekali dengan
tawaran Vyon, ia hanya berusaha menyembunyikan perasaan senangnya.
Minggu 5 Desember 2010,
Di sebuah gedung tua yang rusak
dan sudah lama tidak dipakai, menjadi tempat yang strategis untuk menenangkan
diri. Di lantai paling atas bisa untuk melihat pemandangan kota yang ramai dan
gemerlap saat malam hari. Sepuluh menit,lima belas menit, tiga puluh menit, dan
satu jam sudah Vyan menunggu Xenia, tetapi ia tak kunjung datang. Namun Vyan msih berharap tambatan
hatinya itu akan menepati janjinya walaupun tidak ada tanda-tanda bahwa ia akan
datang. Tiba-tiba terdengar langkah kaki mendekati Vyan, Xenia!, ia kelihatan
tergesa-gesa.
“Vyon sorry gue telat, tadi di
jalan macet banget,” Xenia sedikit beralasan.
“Nggak apa-apa kok, walaupun
seribu tahun lagi gue harus nunggu lo disini gue bakal nglakuin itu.”
Deg!!, hati Xenia sungguh teriris
ketika ingat kata-kata itu. Ia hanya terpaku memandang Vyan yang entah kenapa
hari ini ia terlihat berbeda dari biasanya. Wajahnya nampak pucat.
“Vy, lo
sakit ya?” tanya Xenia kepada Vyan.
“Nggak,”
jawab Vyan singkat tanpa memandang Xenia, menerawang ke langit biru yang
dihiasi awan putih yang menari-nari. Kemudian hening kembali, hanyalah suasana
hiruk pikuk kota dan deru mobil yang terdengar samar-samar. Beberapa menit
kemudian, suara Vyan memecah keheningan.
“Xei,
mungkin lo udah tau apa maksud gue ngajakin lo kesini dan lo pasti udah bosen
banget.” Kata Vyan sambil memainkan kalung yang
berliontinkan sebuah benda berbentuk love.
“Tapi gue nggak kan menyerah, gue akan berusaha dan
menanti sampe lo mau nerima gue,” ia
menambahkan.
Xenia
diam, melamun. Membayangkan apa yang sebenarnya menjadi penghalangnya untuk
menerima Vyan. Cintya, ya
Cintya. Ia adalah sahabat karibnya Xenia. Mereka juga tinggal dalam satu kost. Cintya sangat mengagumi Vyandra, dan
dimana saja mereka bertemu Cintya akan bercerita tentang Vyandra. Ia tidak
ingin mengecewakan sahabatnya itu, ia tidak pernah bilang dengan Cintya kalau
Vyan mencintainya. Sekarang, Cintya terbaring lemah di rumah sakit karena gagal
ginjal yang di deritanya. Dan Vyan sudah tahu hal tersebut.
“Xeina…”
panggil Vyan dengan suara yang lembut.
“Ehhhh
Vy…” Xeina tersadar dari lamunannya.
“Lo
kenapa?” tanya Vyan.
“Ng…gue
ng-gak pa-pa kok,” jawab Xeina agak gugup.
“Terus
gimana?”
“Gimana,
gimana apanya?” Xeina balik bertanya pura-pura bingung. Vyan menatapnya
dalam-dalam.
“Xeina…”
panggil Vyan sekali lagi.
“Ng….gue,
gue… Cintya Vy…” Xeina berkata dengan tergagap.
“Gue
tahu lo sahabatan sama Cintya tapi bukan berarti lo harus ngorbain semuanya
buat dya. Termasuk cinta elo!” Vyan berkata dengan nada tinggi.
Suasana kembali hening. Vyan kembali menerawang ke
langit.
“Gue
tau lo juga punya perasaan yang sama ke gue. Gue sayang banget sama elo Xei, bukannya
gue egois tapi gue emang bener-bener nggak bisa hidup tanpa lo, gue mohon Xei!”
“Tapi
gue bener-bener nggak bisa Vy, gue…gu…gu…e...” Xenia sudah tidak sanggup
melanjutkan kata-katanya lagi. Ia hanya menunduk, menahan tangis. Vyan mendekap
Xenia ke dalam pelukannya.
“Maafin
gue Xei, sekali lagi bukannya gue egois dan pengin menang sendiri. Tapi gue
emang bener-bener sayang ama lo, bukan Cintya. Asal lo tahu, sesulit apapun
rintangan yang ngehalangin gue buat ngedapetin elo. Gue akan ngelakuin itu
semua.” Vyan melepaskan pelukannya.
“Gue
harap besok gue bakal ngeliat lo pake kalung ini sebagai tanda kalo’ lo mau
nerima gue,” kata Vyan sambil memberikan kalung yang dimain-mainkannya tadi.
Lalu ia berlalu, sementara pikiran Xenia tambah kalut. Ia bingung dengan siapa
yang harus ia pilih, sahabat atau cintanya.
Senin
6 Desember 2010,
Xenia
bangun kesiangan gara-gara semalaman suntuk ia tidak tidur memikirkan hal yang
sama. Alhasil ia lupa membawa kalung yang diberi oleh Vyan tadi sore, ia sudah
memutuskan untuk memilih cintanya. Tetapi ia baru tersadar saat bel pulang
sekolah berbunyi. Ia berjalan dengan resah dan gelisah, ia tidak tahu harus
bicara apa dengan Vyan.
“Xeina…”
ada sebuah suara yang sangat ia kenal memanggil namanya. Vyan!, pikirannya
tambah kalut. Ia membalikkan badannya.
“Vyan!”
Vyan
tidak menjawab, ia memperhatikan leher Xeina dan nampak jelas gurat kecewa di
wajahnya . Xeina sadar, ia gugup.
“Vy,gue
bisa jelasin ini sem…” belum selesai Xeina bicara Vyan sudah memotongnya.
“Gue
udah tau lo nggak bakal pake kalung itu. Harusnya gue sadar kalo’ lo nggak akan pernah nerima
gue,” Vyan berlalu dengan sangat cepat.
“Vy, tunggu
Vy…” Xenia berlari mengejar Vyan. Namun ia kurang cepat, mobil yang dikendarai
Vyan sudah melesat dengan kecepatan yang sangat dahsyat. Xenia terduduk lemas
dan menangis. Tidak tahu kenapa tiba-tiba perasaannya tidak enak.
“APAA??!!”
’Brakkkk!!!’,suara handphone
terjatuh di lantai.
“Nggak
mungkin, nggak mungkin!” Xenia menangis terisak-isak. Tiba-tiba kepalanya
terasa sangat berat, seperti mengangkat beban berton-ton. Lalu ia melihat
bintang-bintang di atas kepalanya dan di antara bintang-bintang itu ada
secercah cahaya yang begitu terang, lalu cahaya itu dengan cepat menghilang, gelap.
***
Langit
mulai meneteskan airnya, rintik-rintik mulai membasahi tubuh Xenia, namun ia
belum berhenti dari tangisnya. Ia mencium kalung yang diberi Vyan. Menyesal, sangat
menyesal.
“MAAFIN
GUE VYAN, MAAFIN GUE!, GUE CINTA SAMA LO, GUE SAYANG SAMA LO!, LO DENGER KAN?!”
Xeina menatap ke langit.
Tiba-tiba
ada yang nenubruknya dari belakang, Cintya. Ia memeluknya erat-erat sambil
menangis.
“Maafin
gue Xei…” kata Cintya sambil menangis tersedu-sedu. Xenia membalikkan badannya.
“Cintya?!”
“Maafin
gue…” Cintya memohon.
“Cin,
kenapa lo minta maaf sama gue, lo kan nggak salah apa-apa.”
“Tapi
gara-gara gue ini semua terjadi. Coba kalo’ dari dulu lo ngomong sejujurnya
sama gue, lo bilang kalo Vyan cinta sama lo. Lo tu nggak perlu ngorbanin
semuanya demi gue, apa lagi cinta lo.”
“Cin,
lo ngomong apa sih?” Xenia mencoba bersikap tenang walaupun ia penasaran kenapa
Cintya bisa tahu semuanya.
“Gue
udah tahu semuanya Xei…”
“Cin,
cinta tu bukan segalanya. Lo tu sahabat gue, gue sayang sama lo.”
“Udah lah…lo tu nggak perlu kaya
gitu. Jadinya gini kan?, lo nggak dapet apa-apa hanya demi gue.”
“Cin…udahlah,
semua ini udah terjadi. Gimana lagi?, itu emang takdir.”
“Tapi
Xei…”
“Udah
Cin…ayo kita pergi dari sini, baju lo udah basah kuyup gini. Ntar kalo lo
ujan-ujanan terus tambah sakit,” mereka melepaskan pelukannya.
“Maafin gue ya…” pinta Cintya sekali lagi, Xeina hanya
tersenyum dan mengajaknya pulang.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar